Saturday, March 15, 2008

Tabir

Malam ini, Pak.

Kutemu eja;


Pada jilid tawa yang keberapa,

Kau benar-benar berbahagia?



Monday, August 13, 2007

Emak

Sebentar, ada yang tertinggal.

Ah, kita lupa meratapi hari, Mak


Kita lupa berpura-pura menjerang air

Dan berlagak makan enak


Kita juga lupa, bapak tadi pamit kemana

Maksudku, ke gua garba yang mana lagi,

Ia coba sedekahkan mani-maninya


Tapi Mak, semoga hari ini aku tak lupa

Membaca tuhan,

Pada air muka-mu.

Sedang berusaha membuat puisi sederhana yang tidak liris dan tidak pula mendayu-dayu. Gara-gara membuka kembali Pacar Senja-nya Jokpin, nih.

Saturday, July 14, 2007

Pulang


Kuutarakan padamu sesore itu

Sebuah aforis mengenai peta berahi

Coba bingkai marut perkelaminan


Aku hanya ingin pulang.

Mengelanyut manja pada puisi yang berserak

Berkelakar kena kesejajaran,

Atas frasa yang kita telusuri adanya


Aku ingin pulang,

Berbincang gamang sedepa bentang

Tentang sebuah narasi kehilangan


Ah, aku ingin pulang.

Bukan berkalang.

Bukan berpulang.


buat seorang penyair di seni pertunjukkan ISI. Yang juga seorang pelacur.



Maaf, Kelaminku Bukan Untukmu.


Semalam, dingin benar.

Demikian kita membilang


Semalam, kita sudah didepan losmen kaliurang

Dan aku bilang, aku tak mau

Bukannya takut, apalagi malu


Sudah kubilang, aku bukan mereka

Sudah kukata, aku berbeda


Bangsat tampanku,

Inilah caraku,

inilah asketis yang terusung

Tetapi maaf, kelaminku bukan untukmu


Bangsat tampanku, Kau lupa bahwa aku adalah perempuan yang bergerak dalam mencari entitas bernama : Ada. Memang benar adanya, bahwasanya kau adalah satu2nya lelaki yang kuingini. Tetapi maaf, aku menghargai kelaminku. Aku menghargai : Ada. Di lain waktu, berhati-hatilah terhadap perempuan sepertiku.

Dan aku pun semakin memaknaimu..

Friday, June 8, 2007

Lelaki di Bawah Pohon Ara



Kau masih disana;

di bawah pohon Ara.


Aku begitu menikmati kemasyukanmu

Pemapar sajak-sajak merah benaman koma

Penghayat sang Ada di kedalaman rancu,

Memburai untuk dedahkan harakat lalu


Ah, lelakon apalagi yang sedang kau mainkan, sayang?

Mengeja sayup menjadi kebisingan yang bungkam

Mencipta keterdiaman, diam yang bisu.

Selinap senyap di titi waktu


Aku menemuimu, di batas lengkung rona

mencecap embun yang coba tawarkan rasa

Seruak sepanjang makrifat benoa


Dan kau Lelaki, masih disana;

Termangu di bawah pohon Ara


Yogyakarta, 8 juni 07. 00.21

Buat mas gondrong yang sedang nyantri di Pondok Pesantren Institut Seni Indonesia, ini pesenan puisinya...

Tanpa Mati


Tuhan...,

Ingin sekali meleburkan diri,

Ingin sekali bersua Al masih

Ingin sekali rengkuh keterhayatan langit


tapi...

ku mohon....,

Tanpa mati.

Thursday, May 3, 2007

Genduk

Nduk,

Kuajari kau mengeja harakat hari,

Biar nanti aku bisa melihatmu menari

Untuk kemudian pergi


Ayo Nduk,

Mari kumainkan nada gitar sumbang,

Dan lantunkan pukau suaramu

Untuk kenang, bahwa aku pernah mempunyaimu


Nduk genduk,

Kuajari kau mengudap peri

Jika hari begitu sombong,

Dan kau pun tegak oleh sokong


Nduk-ku,

perempuan arus-ku,

Yang olehmu waktu tak akan tergerus..

Djokja, 2 mei 07. 23.35.

Abang, Nduk-mu kini telah berdikari. Selamat menikmati jalan sufi-mu, abangku yang sangat tampan. Dan aku telah sangat mengecewakanmu, bukan?